SUARARONGGOLAWE.COM // Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pemberdayaan Masyarakat Desa (Dinsos P3A PMD) Kabupaten Tuban, membantah tuduhan ikut menyalahkan siswa SMP korban eksploitasi di sekolahnya.
Sebelumnya ramai dipermukaan lantaran Dinsos anggap tak becus melakukan mediasi. Hadirnya juga dinilai tak berarti apapun dalam penyelesaian kasus tersebut.
Kuasa hukum korban, Vevi Yulistian, menyebut, jika dari hasil mediasi yang telah dilakukan, prosesnya juga melibatkan Dinsos, bukannya mendapatkan hasil penyelesaian. Bahkan korban justru dianggap sebagai biang munculnya permasalahan.
“Harapannya, dengan hadirnya Dinsos itu, korban bisa mendapatkan perlindungan. Akan tetapi, korban justru disalahkan oleh semua pihak,” ungkap Vevi kala itu.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinsos P3A PMD Tuban, Sugeng Purnomo, mengatakan, memang benar pihaknya telah memediasi korban dan pihak sekolahnya. Namun, karena keduanya tak ada yang ingin mengalah pihaknya tak berani melangkah lebih jauh.
“Kejadiannya kan sebenarnya tahun 2023, ditahun itu kami juga telah mencoba mediasi, dan sekarang mencuat lagi,” tegasnya saat di temui di kantornya, Jumat (21/3/2025).
Sugeng juga membenarkan, jika pihaknya telah melakukan konseling terhadap korban. Saat disinggung terkait hasilnya tak diserahkan ke penasehat hukum korban, ia beralibi dengan menyebut bahwa hasil konseling sudah masuk di ranah hukum. Nantinya akan berguna untuk penyelidikan polisi.
“Kecuali yang meminta orang tuanya, kalau orang tuanya diwakilkan kuasa hukum ya kita tidak berani memberikan,” tambahnya.Jika yang minta penyidik, Dinsos tak ragu memberikan karena memang kewenangannya.
Ia tambahkan, saat awal kasus muncul pada tahun 2023 pihaknya sudah merespon cepat. Sedangkan munculnya kembali masalah itu diluar dugaan.
“Karena kasusnya mencuat lagi, kemudian orang tuanya tidak terima ya wajar,” kata Sugeng sembari menambahkan, “proses terjadinya seperti apa kan bukan kewenangan kita.”
Ia berharap dengan adanya kasus tersebut, pihak orang tua maupun pihak sekolah dapat lebih bijak. Mereka harusnya dapat mengkomunikasikan permasalahan tersebut secara baik. Dalam kasus ini seharusnya identitas anak tersebut harus sangat dilindungi.
“Kalau semakin menyebar seperti ini, jadi kasihan anaknya karena tak semua masyarakat dapat menerima stigma negatif,” pungkasnya.
(Ronggo.id // red)