SUARARONGGOLAWE.NET SURABAYA || Pengadilan Negeri (PN) Tipikor, Surabaya, Jawa Timur, Senin, 16/10/23, kembali menggelar sidang perkara/kasus dugaan korupsi anggaran Bantuan Keuangan Khusus (BKK) yang terjadi di wilayah Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro. Majelis hakim juga menghadirkan sejumlah saksi, guna diminta keterangan.
Diketahui, pada kasus BKK/BKD di delapan Desa yang berada di Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur ini, telah menyeret Bambang Soedjatmiko yang telah ditetapkan menjadi terdakwa karena diduga ditunjuk sebagai pelaksana kegiatan tanpa melalui metode lelang. Sesuai keterangan sejumlah saksi pada persidangan, bahwa penunjukkan tersebut hanya mengikuti arahan dari mantan Camat (Heru Sugiarto).
Data yang dihimpun media kabarpasti.com Bantuan Keuangan Khusus (BKK) kepada Desa yang bersumber dari P-APBD Kabupaten Bojonegoro T.A 2021, di Kecamatan Padangan yakni Desa Cendono Rp. 869.550.000,00; Desa Kebonagung Rp. 334.455.000,00; Desa Kuncen Rp. 594.550.000,00; Desa Kendung Rp. 297.275.000,00.
Baca Juga
Apel Gelar Pasukan Ops Mantap Brata Semeru 2023 – 2024, Polres Bojonegoro Kawal Pemilu
Rangking 7 se-Jatim, PD Aisyiyah dan PA Bojonegoro MoU Cegah Dispensasi Nikah
Selanjutnya, Desa Dengok Rp. 863.115.000,00; Desa Prangi Rp. 1.165.175.000,00; Desa Purworejo Rp. 1.262.305.000,00; dan Desa Tebon Rp. 970.970.000,00. Jika ditotal secara keseluruhan anggaran tersebut sebesar Rp. 6.375.395.000,00.
Pinto Utomo selaku penasihat hukum (PH) terdakwa Bambang Soedjatmiko, kepada media ini mengatakan, majelis hakim PN Surabaya menghadirkan sejumlah saksi pada sidang lanjutan di kasus dugaan korupsi anggaran BKD tahun 2021 di wilayah Kecamatan Padangan.
Saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon selulernya, Pinto menyebutkan, pada sidang saat ini ada 5 (lima) saksi yang turut dihadirkan. Kelimanya itu merupakan, pemasok material serta pekerja yang mendapatkan perintah melaksanakan kegiatan fisik dari Bambang Soedjatmiko (terdakwa).
“Lima orang saksi yang dihadirkan pada sidang kemarin yaitu Agus Afandi merupakan supplier material/beskos di desa Prangi, Dengok, Purworejo, Tebon. Selanjutnya, Ahmad Amirudin Azis, S.T., sebagai direktur Goro Bangun Persada, alamat desa Katur, kecamatan Gayam. Hari Purwanto direktur CV Anugerah Jaya, alamat desa Katur, kecamatan Gayam, kabupaten Bojonegoro ini bendera atau CV nya dipinjam Ahmad Azis Amirudin,” sebutnya.
“Kemudian, Edwin Setyo Adwiranto firektur CV Anugerah Karya Perkasa beralamat di desa Giri Purno, kecamatan Bumiaji, kabupaten Malang sebagai pelaksana pekerjaan jalan rigid beton di desa Prangi yang ditunjuk langsung oleh almarhum Sahid kepala desa saat itu. Dan Siswanto Dodi Setyo Widodo beralamat Mojokerto, sebagai pengawas pekerjaan strauss dan pembesian di desa Prangi, Tebon, Purworejo, dan Dengok,” bebernya.
Dikatakan penasihat hukum terdakwa, bahwa kesaksian Agus Afandi saat sidang menyampaikan, bahwa dirinya mendapatkan pekerjaan dari saudara Bambang Soedjatmiko. Di mana, ia diminta untuk memasok material jalan aspal dan beton serta agregat kelas A/beskos pada tujuh pekerjaan. Diantaranya meliputi, Desa Cendono, Kebonagung, Kuncen, Dengok, Prangi, Purworejo, dan Tebon.
“Juga pekerjaan strauss di empat desa yaitu di desa Dengok, Prangi, Purworejo, dan Tebon,” kata Pinto menirukan keterangan saksi Agus Afandi.
Bahkan, menurut Agus Afandi, setelah dirinya selesai melaksanakan pekerjaan, tidak pernah ada laporan hasil kegiatan baik dari timlak masing-masing desa, maupun dari pihak kecamatan, Dinas PU dan Inspektorat.
Lebih lanjut Pinto Utomo PH terdakwa mengatakan, untuk Siswanto yang hadir sebagai saksi mengaku bahwa dirinya ditunjuk Agus Afandi sebagai pengawas pekerjaan. “Selama beraktivitas saksi ini juga mengatakan tidak pernah ada ataupun menerima laporan hasil pemeriksaan, bahkan komplain dari pihak desa, kecamatan maupun dinas terkait”.
Terkait dengan laporan pertanggungjawaban dari Desa Dengok yang ditunjukkan JPU kepada dirinya, saksi Siswanto mengucapkan bahwa semua itu diduga fiktif. Sebab, ia merasa tidak pernah menandatangani dan membuat nota-nota yang dijadikan dasar untuk LPJ, terang Pinto Utomo.
“Saksi Siswanto mengungkap bahkan untuk di desa Purworejo, sebagian besar pekerjaannya dikerjakan oleh kepala desa sendiri. Seperti pada pengerjaan lapisan dasar jalan beton, dan semuanya tanpa melalui mekanisme lelang pengadaan barang dan jasa,” ucap PH terdakwa.
Untuk saksi Ahmad Azis Amirudin yang sekaligus sebagai direktur CV Goro Bangun Persada pada sidang memberikan kesaksian, bahwa dirinya melaksanakan pengerjaan pengaspalan jalan di Desa Kendung dan Desa Kebonagung. Dengan meminjam CV Anugerah Jaya, atas permintaan dari Kepala Desa (Kades) Kendung, Pujiono.
“Azis yang menggunakan CV Anugerah Jaya ini diminta oleh Pujiono Kades Kendung untuk menyelesaikan pengaspalan jalan di desanya dengan nilai sebesar 50 juta,” tegas Pinto Utomo.
“Kemudian, juga disuruh mengerjakan aspal jenis AC WC di desa Kebonagung, atas permintaan Kades setempat yaitu Abu Ali. Nilainya sebesar 100 juta, dan itu juga tanpa melalui proses lelang pengadaan barang dan jasa,” tambahnya.
Intinya, pada persidangan yang menghadirkan saksi baik yang ditunjuk oleh terdakwa (Bambang Soedjatmiko) maupun yang ditunjuk langsung pihak Kades, terkait dengan laporan pertanggungjawaban (LPJ) yang dibuat Desa penerima BKK di wilayah Kecamatan Padangan, yang selanjutnya digunakan untuk pelaporan kepada pihak PMD Kecamatan, Dinas PU, Inspektorat dapat diduga semuanya fiktif atau palsu.
“Sebab LPJ itu dibuat hanya seolah-olah anggaran BKK telah diserap 100% meskipun faktanya tidak seperti itu,” keluhnya.
Sebagai penasihat hukum terdakwa, Pinto Utomo berharap, melalui fakta yang terungkap dalam persidangan patut diduga terdapat perencanaan yang terstruktur, sistematis dan masif atas ketidakbenaran pelaksanaan pekerjaan BKK pada delapan desa di Kecamatan Padangan.
“Sudah jelas, bahwa di delapan desa tersebut tidak ada mekanisme pengadaan barang dan jasa, dengan nilai anggaran di atas 200 juta. Rata-rata hanya dilakukan penunjukan oleh para kepala desa, sehingga diduga negara mengalami kerugian sebesar Rp. 1,6 M,” jelasnya.
Terlebih pada kasus ini, hanya ditetapkan hanya satu orang tersangka/terdakwa oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Jatim. Hal ini, menunjukkan adanya tebang pilih pada penegakan hukum. Apabila ini diteruskan dan hanya menetapkan satu orang tersangka, sangat mengkhawatirkan dapat mengurangi serta menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap APH.
“Penegakan hukum pada kasus dugaan korupsi BKK delapan desa di kecamatan Padangan, dapat diusut tuntas siapa sebenarnya yang menjadi dalang/aktor atas carut marutnya pelaksanaan tersebut,” pungkas Pinto Utomo.
Sumber ” Red KP