Sinaralampos.net – Kabupaten Tuban Jawa Timur selain memiliki julukan sebagai Kota Bumi Wali juga terkenal dengan sebutan “Kota Tuak”. Tuak dan legen adalah minuman tradisional khas Tuban yang terbuat dari getah bunga pohon bogor atau orang sering menyebutnya pohon lontar. Meskipun berasal dari pohon yang sama, tuak dan legen memiliki proses pembuatan dan rasa yang berbeda.
Tuak, dalam proses pembuatanya dicampur dengan babakan (kulit pohon) untuk memunculkan berbagai rasa. Tuak juga memiliki rasa yang lebih pahit dengan kombinasi asam atau sepet, sesuai dengan babakan yang dicampurkan. Sedang legen rasanya manis dan segar.
Bambang, salah satu penjual legen dan tuak asli di daerah Dukuh Widengan, Kelurahan Gedongombo, Kecamatan Semanding menjelaskan jika dalam pembuatan tuak biasanya dicampur babakan dari kulit pohon juwet untuk mengurangi tingkat keasamannya.
Sedangkan legen dibuat tanpa campuran apapun, hanya getah dari bunga pohon bogor saja. “Kalau legen asli itu rasanya ada trecep-trecep nya dan biasanya cuma tahan sebentar, gampang berubah rasa. Ini sore paling udah kecut, soalnya kalau yang asli nggak direbus dan nggak dikasih bahan pengawet,” jelasnya.
Meskipun bisa menambah keawetan legen, merebus legen bisa menyebabkan rasanya menjadi lebih manis.
“Nggak papa kalau direbus sebenernya, tapi rasa trecep-trecepnya akan hilang nanti,” tambahnya.
Sementara itu Yuli, pembeli asal Kerek mengaku lebih sering membeli dari petaninya langsung karena tuak dan legennya asli tanpa campuran apapun.
“Ini kulakan beli 5 liter untuk dijual lagi di Brondong, Lamongan sana,” katanya.
Tuak yang menjadi minuman khas Tuban ini juga dipercaya bisa digunakan sebagai obat. Suliyani, istri dari Bambang menjelaskan bahwa terdapat banyak pembeli tuak yang digunakan untuk obat batu ginjal.
“Katanya orang-orang bisa buat ngobatin batu ginjal, yang beli tuak buat jamu malah dari yang jauh-jauh. Dari Jombang, Surabaya, Gresik biasanya,” tambahnya.
Proses pengambilan getah pohon bogor untuk dijadikan tuak ataupun legen biasa dilakukan ketika pagi dan sore. Jika tidak dilakukan dua kali maka bunganya bisa mati dan tidak dapat diambil lagi. Prosesnya juga terbilang gampang-gampang susah.
Untuk cara pengambilannya terbilang gampang-gampang susah, karena harus dipanjat dulu, dibersihkan dulu bagian bunganya, terus dipijit-pijit bunganya biar bisa mengeluarkan sarinya.
Satu pohon tidak dapat diprediksi mengeluarkan berapa liter dan prosesnya lama.
Selain itu, hasilnya juga tergantung dengan musim. Biasanya saat bulan Juli sampai Agustus satu pohon bogor bisa menghasilkan lebih banyak tuak atau legen, akan tetapi ketika sudah mulai memasuki musim hujan (rendeng) maka yang keluar hanya sedikit.
“Habis ini udah mendit, bulan-bulan Oktober gitu keluarnya tinggal sedikit, paling cuma bisa dapat 3-5 liter saja,” jelasnya.
Selama pandemi penjualan tuak dan legen juga mengalami penurunan dikarenakan berbagai aturan, terlebih larangan untuk berkumpul.
“Meskipun begitu ya tetap ada yang beli, katanya ciri khas orang Tuban kan gitu, harus minum tuak,” tutupnya.
Pewarta : Ipenk / Red / SAP
Editor : Agus