Sinaralampos.net – Puluhan muda-mudi yang tergabung dalam Koalisi Rakyat untuk Keadilan Iklim (Koral) menggelar aksi damai di Tugu Titik Nol Pulau Bangka, Pangkalpinang, Senin (15/11/2021)
Berbagai macam spanduk hingga poster bertuliskan ungkapan kekecewaan akan kerusakan lingkungan di Bangka Belitung turut mereka perlihatkan kepada sejumlah pengendara di seputaran jalan tersebut.
Mereka juga turut menyoroti laju perubahan iklim yang memicu pemanasan global serta naiknya permukaan air laut karena masifnya kerusakan lingkungan yang terjadi khususnya di Bumi Serumpun Sebalai ini.
Juru Bicara Koral, Ahmad Subhan Hafiz mengatakan, alih fungsi kawasan hutan dan lahan untuk pertambangan timah dan pertanian monokultur skala besar turut menyebabkan meluasnya degradasi lahan semakin mempercepat laju deforestasi atau penggundulan hutan.
Aktivitas pertambangan di wilayah perairan Bangka Belitung juga turut berkontribusi terhadap rusaknya ekosistem esensial, seperti mangrove terumbu karang dan daerah aliran sungai,” kata dia kepada Sinaralampos.net ,(15/121/2021).
Menurut Hafiz, Berdasarkan hasil laporan Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Bangka Belitung Tahun 2019 mencatat sebanyak 5.270,31 hektar terumbu karang mati dari luas 12.474,54 hektar terumbu karang yang hidup.
Selain itu, keberadaan padang lamun juga turut terganggu bahkan dalam status buruk. Ditambah aktivitas industri ekstraktif turut memperparah meluasnya konflik masyarakat sehingga meminggirkan hak masyarakat lokal untuk mendapatkan akses lingkungan hidup yang baik.
“Semestinya masyarakat adat dan praktek pengelolaan berkelanjutan terhadap sumber daya alam adalah solusi untuk perubahan iklim,” jelasnya.
Pemerintah saat ini mengutamakan sektor ekstraktif yang tinggi emisi dan membutuhkan deforestasi skala massif. Ini juga bentuk keprihatinan terhadap Bangka Belitung,” tegasnya.
1. Penolakan terhadap praktik perdagangan karbon berbasis mekanisme pasar.
2. Pembahasan loss and damage akibat krisis iklim.
3. Percepatan phasing out PLTU Batubara sebelum 2030 dan penghentian solusi iklim palsu.
4. Penyelamatan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dampak krisis iklim.
5. Pendekatan negosiasi dengan mempertimbangkan hak bagi masyarakat adat, kelompok muda, perempuan dan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Pewarta : Rusrianto / Red / SAP